Benteng Yang Hilang Di Kota Bersinar KLATEN
Saat ini di Klaten sudah tak ada lagi bangunan bersejarah berupa benteng seperti halnya di Yogyakarta (Fort Vredeburg), Surakarta (Fort Vastenburg), dan Kebumen (Fort Van der Wijck). Padahal dulu di kota ini pernah berdiri sebuah benteng yang bernama Engelenburg (Fort Engelenburg).
Nama Klaten justru baru muncul dalam sumber sejarah kolonial, ketika desa ini dipilih sebagai tempat pendirian Benteng (Loji).
Benteng (Loji) sebagai pusat kekuasaan pemerintah kolonial, dalam pendiriannya selalu dicatat dan diarsipkan oleh pegawai pemerintah kolonial.
Apalagi Benteng Klaten yang disebut juga dengan Loji Klaten, memiliki fungsi militer dan administrasi yang penting, karena berada tepat di tengah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Maka segala aktifitas berkaitan dengan benteng selalu tercatat dengan baik.
Pendirian benteng klaten yang peletakan batu pertamanya dimulai pada hari Sabtu, 28 Juli 1804. Pendirian benteng di desa Klaten dapat dianggap sebagai awal munculnya sebuah pemerintahan supra desa, karena benteng merupakan simbol kekuasaan, baik tradisional maupun kolonial.
Menurut Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (2de druk) 1918, benteng yang dilengkapi 4 bastion ini diresmikan tahun 1807.
Pendirian benteng ini berdasarkan pengalaman berperang Belanda dimasa lalu yang mendorong penguasa militer membuat sistem pertahanan di seluruh Pulau Jawa.
Hal ini diperkuat setelah Nusantara direbut kembali dari tangan Inggris pada th. 1816, setelah dikuasai selama 5 tahun (1811-1815). Mereka mendirikan benteng, serta beberapa bangunan pertahanan kecil-kecil yang dihubungkan oleh jaringan jalan militer.
Sistem pertahanannya lalu dialihkan kepada musuh dalam negeri dan bukan dari serbuan bangsa Eropa (Portugis, Inggris, dsbnya) seperti masa lalu.
Sistem pertahanan, ini juga merupakan dukungan pada struktur pemerintahan sipil di Jawa.
Pemikiran ini tidak hanya mendorong dibangunnya benteng-benteng baru, tapi juga kota-kota garnizun.
Keberadaan benteng semakin penting ketika meletus perlawanan Diponegoro (1825-1830). Pasca pemberontakan ini, keberadaannya di beberapa wilayah masih dipertahankan untuk tujuan militer.
Berdasar pendirian benteng inilah, maka pada tahun-tahun berikutnya Klaten dipilih sebagai tempat kedudukan pos tundhan pada tanggal 12 Oktober 1840, Kabupaten Gunung Polisi pada tanggal 5 Juni 1847 (berdasarkan Staatsblad no.30 tahun 1847, Staatsblad no.32 tahun 1854 dan Staatsblad no. 209 tahun 1874) dan Kabupaten Pangreh Praja pada tanggal 12 Oktober 1918 (berdasarkan Rijksblad Surakarta, no.23 tahun 1918).
Namun sesudah tahun 1880 ada pergeseran dalam strategi pertahanan di Pulau Jawa.
Untuk menjaga pertahanan didaerah pedalaman dipilihlah kota-kota garnizun pada tiap-tiap provinsi.
Malang untuk provinsi Jawa Timur, Magelang untuk Jawa Tengah dan Bandung dengan garnizun di Cimahi untuk Jawa Barat. Pergeseran ini menyebabkan keberadaan benteng Engelenburg tidak lagi difungsikan sepenuhnya untuk kepentingan militer Belanda. Fungsi benteng ini sempat berubah menjadi rumah tahanan.
Selanjutnya pada tahun 1890-an bangunan ini berfungsi sebagai balai pengobatan untuk penduduk setempat.
Jasa pengobatan ini merupakan bantuan dari rumah tahanan kepada masyarakat yang membutuhkan perawatan kesehatan modern.
Sekitar tahun 1950-an benteng yang terletak di tengah alun-alun kota Klaten ini dibongkar. Selanjutnya lokasi ini didirikan masjid raya Klaten.
Dalam perkembangannya, di sekitar alun-alun atau dekat masjid raya berdiri pertokoan modern yaitu Plasa Klaten. Pertokoan ini letaknya berdampingan dengan pasar tradisional.
Suasana sekitar alun-alun makin ramai pada hari Minggu karena pemda memberlakukan “Car Free Day” sepanjang jalan tersebut. Kita bisa membandingkan kondisi alun-alun sekitar 200 tahun lalu dengan sekarang. (re-post dari https://www.facebook.com/Anti.emooooo/posts/1741463745880912)
Nama Klaten justru baru muncul dalam sumber sejarah kolonial, ketika desa ini dipilih sebagai tempat pendirian Benteng (Loji).
Benteng (Loji) sebagai pusat kekuasaan pemerintah kolonial, dalam pendiriannya selalu dicatat dan diarsipkan oleh pegawai pemerintah kolonial.
Apalagi Benteng Klaten yang disebut juga dengan Loji Klaten, memiliki fungsi militer dan administrasi yang penting, karena berada tepat di tengah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Maka segala aktifitas berkaitan dengan benteng selalu tercatat dengan baik.
Pendirian benteng klaten yang peletakan batu pertamanya dimulai pada hari Sabtu, 28 Juli 1804. Pendirian benteng di desa Klaten dapat dianggap sebagai awal munculnya sebuah pemerintahan supra desa, karena benteng merupakan simbol kekuasaan, baik tradisional maupun kolonial.
Menurut Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (2de druk) 1918, benteng yang dilengkapi 4 bastion ini diresmikan tahun 1807.
Pendirian benteng ini berdasarkan pengalaman berperang Belanda dimasa lalu yang mendorong penguasa militer membuat sistem pertahanan di seluruh Pulau Jawa.
Hal ini diperkuat setelah Nusantara direbut kembali dari tangan Inggris pada th. 1816, setelah dikuasai selama 5 tahun (1811-1815). Mereka mendirikan benteng, serta beberapa bangunan pertahanan kecil-kecil yang dihubungkan oleh jaringan jalan militer.
Sistem pertahanannya lalu dialihkan kepada musuh dalam negeri dan bukan dari serbuan bangsa Eropa (Portugis, Inggris, dsbnya) seperti masa lalu.
Sistem pertahanan, ini juga merupakan dukungan pada struktur pemerintahan sipil di Jawa.
Pemikiran ini tidak hanya mendorong dibangunnya benteng-benteng baru, tapi juga kota-kota garnizun.
Keberadaan benteng semakin penting ketika meletus perlawanan Diponegoro (1825-1830). Pasca pemberontakan ini, keberadaannya di beberapa wilayah masih dipertahankan untuk tujuan militer.
Berdasar pendirian benteng inilah, maka pada tahun-tahun berikutnya Klaten dipilih sebagai tempat kedudukan pos tundhan pada tanggal 12 Oktober 1840, Kabupaten Gunung Polisi pada tanggal 5 Juni 1847 (berdasarkan Staatsblad no.30 tahun 1847, Staatsblad no.32 tahun 1854 dan Staatsblad no. 209 tahun 1874) dan Kabupaten Pangreh Praja pada tanggal 12 Oktober 1918 (berdasarkan Rijksblad Surakarta, no.23 tahun 1918).
Namun sesudah tahun 1880 ada pergeseran dalam strategi pertahanan di Pulau Jawa.
Untuk menjaga pertahanan didaerah pedalaman dipilihlah kota-kota garnizun pada tiap-tiap provinsi.
Malang untuk provinsi Jawa Timur, Magelang untuk Jawa Tengah dan Bandung dengan garnizun di Cimahi untuk Jawa Barat. Pergeseran ini menyebabkan keberadaan benteng Engelenburg tidak lagi difungsikan sepenuhnya untuk kepentingan militer Belanda. Fungsi benteng ini sempat berubah menjadi rumah tahanan.
Selanjutnya pada tahun 1890-an bangunan ini berfungsi sebagai balai pengobatan untuk penduduk setempat.
Jasa pengobatan ini merupakan bantuan dari rumah tahanan kepada masyarakat yang membutuhkan perawatan kesehatan modern.
Sekitar tahun 1950-an benteng yang terletak di tengah alun-alun kota Klaten ini dibongkar. Selanjutnya lokasi ini didirikan masjid raya Klaten.
Dalam perkembangannya, di sekitar alun-alun atau dekat masjid raya berdiri pertokoan modern yaitu Plasa Klaten. Pertokoan ini letaknya berdampingan dengan pasar tradisional.
Suasana sekitar alun-alun makin ramai pada hari Minggu karena pemda memberlakukan “Car Free Day” sepanjang jalan tersebut. Kita bisa membandingkan kondisi alun-alun sekitar 200 tahun lalu dengan sekarang. (re-post dari https://www.facebook.com/Anti.emooooo/posts/1741463745880912)
Loading...
Post a Comment